Antara pemerintah RI dan
Masyarakat asli Papua hingga kini masih memiliki keinginan yang berbeda
dalam penyelesaian persoalan yang terjadi di Papua, baik persoalan
pembangunan, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) maupun persoalan politik
yang kini terus berkepanjangan.
Demikian uangkap Direktur Eksekutif
LP3BH Manokwari Christian Warinussy kepada koran ini Sabtu (16/2)."
Kedua pihak memiliki pandangan dan aspirasi yang berbeda, Pemerintah
cenderung sangat tajam dalam menyikapi masalah sosial-politik di Tanah
Papua sejak tahun 1963 hingga kini," ujarnya
Dijelaskan Rakyat Papua
sudah merumuskan sejumlah masalah dan mengangkatnya menjadi topik
pembahasan di dalam Kongres Papua II yang digelar Bulan Mei-Juni 2000
lalu di Jayapura. Dalam kongres tersebut dirumuskan sebuah Manifesto
Politik yang berisikan sejumlah pandangan tentang masalah-masalah yang
telah terjadi, yang akhirnya hal itu dinilai mengakibatkan rakyat Papua
masih termarginalisasi atas hak-hak politiknya.
Pada kondisi saat
itu, Kebijakan politik pemerintah Indonesia yang cenderung ambisius dan
bersifat menguasai secara sepihak tanah air Orang Asli Papua yang
diperkuat oleh politik luar negeri pemerintah Amerika Serikat saat itu
yang sedang gencar-gencar menjaga stabilitas dunia dari ancaman gerakan
komunisme yang disokong penuh oleh Uni Sovyet.
"Akhirnya, bukan saja
Orang Asli Papua yang menjadi termarginalisasi politiknya yang dijamin
penuh di dalam sejumlah intrumen hukum internasional bahkan,lembaga
tinggi dunia seperti perserikatan Bangsa Bangsa pun seakan tidak mampu
dalam mengeliminir proses penentuan nasib sendiri yang adil dan tanpa
intimidasi atas Orang Asli Papua dan hak-hak politiknya itu," ujarnya
Disisi
lain, lanjut Warinussy orang Papua memandang bahwa pemerintah Kerajaan
Belanda telah meninggalkan sebuah “Bom Waktu” yang kemudian
mengakibatkan kerugian pada pihak Papua yang terus terintimidasi dalam
menentukan nasib mereka sendiri pada tahun 1969 lalu.
Pandangan ini,
berbeda dengan pandangan pemerintah Indonesia. Pemerintah indonesia
senantiasa memandang bahwa langkah politiknya untuk menguasai dan
membawa Papua masuk ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
sesuai dengan konstitusi negara, dimana wilayah negara Indonesia adalah
mencakup bekas wilayah Papua yang kala itu Hindia Belanda.
" Hal ini
telah mengundang perdebatan yang cukup panjang sebelumnya di dalam Badan
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945
setelah Indonesia merdeka," tandasnya. (oni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar