<div style='background-color: none transparent;'></div>
Home » » TELANJANGNYA PRAKTIK HUKUM PENGENTASAN PILKADA DI PAPUA

TELANJANGNYA PRAKTIK HUKUM PENGENTASAN PILKADA DI PAPUA


“Pesta Demokrasi di Papua Selalu Diwarnai Konflik, Korban Material, Hingga Kemanusiaan. Namun, Tak Pernah Diindahkan dan Ditangapi Pemerintah Secara Tidak Serius Kemungkinan Karena Pemerintah, Aparat Anggap Itu Suatu Konflik Horinzontal Yang Tidak Kalah Pentingnya Direduksi Oleh Mereka. Akibatnya melalui Konflik Horizontal Maka Aparat pun Berpangku Tangan dan Ingin Memeliharanya Hal Ini Terus Terjadi”.  

Sepertinya yang tak pungkiri bahwa konflik horizontal ini sudah lama dianggap sebagai sesuatu yang sangat lumrah bagi siapapun. Namun disini jika kita amati baik maka bukan main segala kerugian yang tertimpah disini pula, baik secara harta kekayaan baik itu asset daerah pemerintah, masyarakat maupun kerugian atas merengutnya sejumlah masyarakat papua yang tak ternilai sama dengan harta diatas ini.
Hal yang sama itu selalu saja berulang diberbagai daerah papua, pada umumnya didaerah Pegunungan Tengah Papua, yang secara Politis dan pendidikan baru mulai menyentuh. Dengan demikian jika terjadi pesta demokrasi maka akan di tetapkan bahwa korban pertama disini akan dirasakan oleh rakyat pribumi papua itu sendiri.


Kemudian Pesta Demokrasi itu juga mulai tercuat maka aparat yang bertugas disini juga mengetahui persis bahwa akan terpecah Konflik Horizontal. Oleh sebab tu, aparat ini mulai berpangku tangan dan tak mau berurusan dengan konflik horizontal ini. Selebihnya juga bahwa aparat ini akan membawa persolan seputar korban rakyat papua akibat ulah TNI/POLRI ini untuk menutup diri, juga akan menambah laporan bahwa korban akibat konflik horizontal jumlah meningkat dibanding konflik pihak aparat dan masyarakat pribumi papua.
Sebagaimana sejumlah insiden yang terjadi seperti baru-baru, Kantor Bupati Dibakar, KPU Mamberamo Tengah juga dilalap api. Kejadian Pada Rabu (30/1) pukul 03.00 juga dibakar Orang Tak Kenal alias (OTK). Kantor Bupati dan KPU berlokasi Dikobakma, Ibu Kota Kabupaten Mamberamo Tengah, yang hanya bisa ditempuh selama 18 jam perjalanan darat atau 20 menit penerbangan dengan pesawat kecil dari Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jawijaya.
Pembakaran itu diduga terkait sengketa Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Mamberamo Tengah. Selasa lalu, Mahkama Konstitusi  (MK) dalam sidang yang dipimpin Mahfud MD menolak gugatan yang diajukan Pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati Eremen Yogosam-Leonard Doga. Eremen-Leonard meminta hasil pilkada dibatalkan karena tak ada pemunggutan suara didogobak, binime, yagabur, dan pelanme didistrik kelila, Mamberamo Tengah.
KPU Mamberamo Tengah menolak dalil dari Eremen-Leonard. Suara Pemilih dikelila dipungut dengan cara noken (semua warga satu suara). MK juga tak menemukan ada pelanggaran dalam pilkada tahun 2012 itu. Pemenang pilkada tetap Ham pagawak-Yonas kenela.   Mengutip Kompas Kamis (31 Januari 2013) dibagian umum.  
Nasib yang sama pernah dialami pula oleh Kabupaten Dogiyai pecahan dari kabupaten Nabire juga bahwa karena ada dua kandidat yang bersaing dalam (pilkada) itu didaerah hingga awalnya dibakar kantor KPU kabupaten Dogiyai, kemudian tidak lama lagi dibakarnya kantor bupati kabupaten dogiyai itu sendiri oleh salah satu pendukung masa kadidat akibat tidak kalah salah satunya dalam pilkada kabupaten Dogiyai itu.
Begitu juga pernah terjadi di kabupaten tolikara dimana korban luka akibat bentrok antar warga di tolikara meningkat hingga 85 belum lagi dihitung dengan korban jiwa sebagian dirujuk ke RS dok 2 jayapura menutip bintang papua pada  Jumat, (17 Februari 2012 23:05). Serta daerah lain juga yang pernah dialami yang mana disini penulis tak menyebutkan satu persatu. Oleh sebabnya kini untuk antisipasi kesemua hal tak terulang lagi maka apa yang penting disiapkan oleh pemerintah, baik pusat, daerah maupun aparat itu sendiri dalam hal cinta damai.
Sekarang jika ada pemerintah punya niat preventif untuk hal demikian tak terulang lagi maka daerah papua yang rawan konflik spesifiknya daerah-daerah pemekaran kabupaten baru yang umunya terjadi sebagaimana diatas terungkap bahwa “Daerah ini juga masih minim akan pendidikan, pendidikan politik ini menjadi sangat basic untuk dituangkan disini”. Mengapa penulis ingin katakana demikian didalam tulisan ini? Karena akan termanja terus dengan “money politik” maka otomatis kandidat tersebut, aparat akan berpangku tangan melihat enak saja insiden yang terjadi didepan mereka.
Sebagai intelek papua juga sedikit akan memahami semua perkembangan politik ditanah papua yang kian termasif. Kemudian untuk sisi menjaga sisi menahan, menghormati nama hukum yang adil, tak berat sebelah maka jangan pernah pembela hukum (Lembaga Yudusial) mengabulkan permohonan diulangnya puggutan suara ulang dengan alasan karena distrik ini ketertinggalan dalam pemunggutan suara dsb. Karena penulis amati, teliti maka persoalan dasarnya semua sama sebagaimana disebutkan semua kabupaten diatas ini.
 Kali kedua menekannkan lagi jangan pernah indahkan permohonan gugatan slah satu kandidat pun untuk pemunggutan ulang (Pilkada) daerah papua ini. Kalau pemerintah ini ingin bangun dengan hati papua ini dalam NKRI yang besar itu pula. Karena resiko yang didertia oleh masyarakat sangat besar jumlahnya jika kita kalkulasikan dengan teliti, semua insiden ketika (Pilkada) itu tiba dan hadapi kepada rakyat papua disini. Karena belum adanya pengentasan yang jelas untuk memutuskan langsung (Pilkada) dipapua ini langsung oleh lembaga Yudisil ini, tetapi malah lembaga yudisial juga terus saja diterima semua pengajuan (Pilkada) ulang itu semua. Maka Penulis berani dan jujur katakan saja bahwa tidak kosnsiten dengan keputusan awal, maka kami tidak dapat juga menemukan ada apa dibalik pilkada ulang hingga menghabiskan rakyat papua, sehingga renggut segalanya ini.      
Penulis sangat salut baik karena ada ditemukannya diajukan Mahkama Konstitusi (MK), namun telah ditolak inilah yang penting ditingkatkan dipihak tubuhnya lembaga yudisial kini. Bukan karena ada imingan sehingga harus kalah dengan kebenaran hokum, tetapi keadilan hukum itulah yang kini pupuk dan pelihara kembali “Bukan Hukum ini Yang Kuasai Kita, Melainkan Kita Yang Harus Kuasai Hukum”.
                                                Oleh: Piet Petrus Yobee
              Penulis adalah Mahasiswa Universitas Wahid Hasyim Semarang (UNWAHAS)  
Fakultas: FISIP, Jurusan Hubungan Internasional (HI).    

Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. FORKOMPAS SEMARANG . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly powered by Blogger